Akhirnya baru berani lg nulis di blog ini. Setelah sekian lama tak berani melirik karena foto Brownies yg selalu mengingatkan saya pada anjing pertama saya itu.
Well, kali ini yang ingin saya tulis adalah bertemakan ‘Reach your own star’. Istilah ini saya gunakan karena berkaitan dengan keadaan di sekitar saya. Sejak kecil kita terbiasa dengan pepatah ‘Gantungkan cita-citamu setinggi langit’, istilah itu saya kaitkan kata ‘langit’ dengan ‘bintang’ (bukankah di langit ada bintang?). Banyak lagi pepatah lain yang bertujuan untuk memompa semangat kita untuk meraih cita-cita (aka impian).
Kurang lebih lima tahun lalu saya pernah bekerja bersama seorang perempuan berbakat, Vina Puspita. Selama setahun lebih juga saya bekerja bersama dengan dia dan Handwita (Wita). Bersama dua orang ini saya belajar banyak, mendesain, menggambar, menguras otak hingga berbagi curahan hati. Dan melalui dua orang ini pula saya belajar untuk BERMIMPI (baca: bercita-cita). Sejak awal saya mengenal Vina, ia sudah melanglangbuana ke Belanda untuk studi. Dan beberapa bulan ke depannya, tak jarang ia melakukan perjalanan ke luar Indonesia. Saya sendiri mencoba mengamati Vina dan mengenali lebih dalam, cita-cita Vina dari yang saya tangkap dengan pembicaraan simpang siur antara kami bertiga, adalah ingin mengelilingi dunia sebagai backpacker. Dan saya sangat salut karena di umurnya yang tergolong muda, Vina sudah mulai membangun jalan untuk meraih bintangnya, berkeliling dunia.
Handwita, teman kerja saya yang lain yang juga adalah seorang desainer, ia bercita-cita membangun bisnis sebuah majalah. Dan pekerjaannya kala itu adalah langkah awal baginya merintis jalan menuju cita-citanya. Melihat kedua teman kerja saya yang sudah membuka jalan mereka masing-masing untuk meraih mimpi mereka, membuat saya berpikir, apa cita-cita saya? Kepada keempat sahabat saya, saya selalu berkata, ‘Gw klo udah nikah pengen buka toko kelontong di depan rumah dan jadi ibu rumah tangga yang baik.’ Benarkah cita-cita saya sebatas itu?
Bekerja di media cetak yang erat hubungannya dengan fashion membuat saya menyadari kecintaan saya pada dunia tersebut. Tidak, saya tidak bercita-cita menjadi fashion stylist, bagi saya cukup bila menjadi pemuja pakaian, sepatu dan parfum merk-merk ternama dunia. Saya pun sangat puas dengan selera berpakaian saya yang ‘sesuka hati’ dan ‘tabrak motif’. Tapi fashion merupakan passion saya, fashion adalah bagian keseharian saya. Bagi saya, Milan bukanlah kota kelahiran fashion, tapi New York adalah lambang fashion sejati. Mau bukti? Lihat saja film seri Sex and the City. Dibalik ceritanya yang penuh konflik, bukankah kita memperhatikan pakaian apa yang dipakai Carrie saat turun dari taksi? Dan bukankah semua model mengawali karirnya dari New York? Nilan mungkin terlalu jauh saya raih, tapi New York? Bukan tidak mungkin saya menjangkaunya.
Handwita memang sudah tidak lagi bekerja bersama kami, Vina mungkin akan pergi untuk mewujudkan mimpinya, dan saya? Saya sudah terlanjur mencintai dunia desain, dan saya akan menjalaninya sampai saya merasa cukup. Formasi 3 desainer b’girl! mungkin sudah berubah, tapi mimpi kami tidak akan berubah. Vina dengan mimpinya berkeliling dunia, Wita dengan cita-citanya membangun bisnis majalah dan saya mencoba meraih bintang saya, menginjakkan kaki ke kota berjulukan Big Apple.
So, let’s reach your own star!!!