I’m back with another restaurant review. Well, post ini sih sebenernya ga direncanakan, cuma akhirnya saya buat review karena sedikit ada kaitan dengan postingan di Six Ounces Coffee sebelumnya. Di postingan tersebut saya membandingkan harga food&beverages-nya dengan restauran El Greco yang pernah saya kunjungi. Alright, let’s start!
Sudah tiga kali saya berkunjung ke El Greco. Awalnya saya tahu tempat ini karena kebetulan mau nonton film di bioskop 21 Setiabudi. Dan sambil nungguin filmnya mulai, saya sama si boyf makan siang dulu. Waktu itu sih ga ada niat makan di restoran ini, cuma pas liat menu dan desain interiornya mulailah tergoda. Dan akhirnya dengan pertimbangan pengen coba sesuatu yang baru, kami makan di El Greco.
Saya sama si boyf sama-sama pecinta italian foods. My boyf grew up with italian foods because his mother been in italy dan saya suka italian foods karena menurut saya italian foods itu lebih ‘terasa’ warm hearted-nya daripada french cuisine yang terkesan sophisticated and snob. Dan pertimbangan kami memilih El Greco purely karena kami open to try any foods as long as it HALAL. Besides, Greece and Italy kind of neighbors. Harusnya rasanya ga jauh beda yah.
Pertama kali kami duduk, emang keliatan sih ambience yang mau dikenalkan di restoran ini adalah suasana Greece, terutama daerah San Torini yang di dominasi warna biru muda dan putih. Dapurnya yang cuma dipisahin tembok kaca dari ruang makannya, jadi kita bisa liat dari jauh ketika para cooks-nya mengolah makanan. Waktu pertama kali saya datang, saya sempat melihat head chef-nya (the one in the picture above). How do i know? Well, it is obvious sih karena dia satu-satunya yang pakai chef’s hat yang tinggi itu dibandingkan cooks lainnya yang bare head (and he is an expatriate).
Karena masih bingung mau makan apa (i seriously not familiar with greek’s cuisine), akhirnya si boyf nyaranin pesan menu mirip sama pengunjung di belakang meja kami. Setelah kami tanya ke waitress dan liat isi makanannya, akhirnya kami setuju memesan menu yang tersebut yaitu Meat Platter.
Seperti namanya, Meat Platter ini isinya di dominasi oleh daging, baik putih ataupun merah. Isinya yaitu: Chicken Souvlaki, Loukaniko, Chicken Gyros, Potato Fries, Rice, Pita Bread, salad, Tzatziki Sauce, Lamb Cutlets, Beef Steak. Masing-masing jumlahnya sepasang (Kalo di foto di atas cuma 1, berarti udah diambil yang satu lagi. Haha!)
Baiklah, sekarang saya rincikan satu-satu makanannya:
- Chicken Souvlaki. Kalau di indonesia ini disebut sate ayam, Biasanya dimakan sama pita bread dan saus Tsaziki khas Greek.
- Loukaniko. Atau masakan sosis-nya orang Greek. Aslinya sih terbuat dari pork. Tapi disini diubah dikit jadi sosis sapi. Biar aman kayanya. Haha…
- Potato fries. Kentang goreng yang semestinya bentuknya potato wedges, cuma yah biar agak banyak porsinya jadi dibikin shoe string.
- Rice. Porsi nasinya lumayan sih, layaknya nasi timbel gitu. Cuma karena ada potato fries, jadi banyak juga hitungan carbo-nya ini mah. Tapi yah mungkin karena orang indonesia mesti ketemu nasi, jadi dimasukin deh tuh nasi ke menu ini.
- Pita Bread. Ini roti khas-nya negara-negara mediterania sana. Atau biasanya disebut flat bread karena bentuknya yang rata alias flat. Biasanya yang jadi pelapis di kebab nih. Saya termasuk orang yang suka sama pita bread. Dulu waktu ke yerusalem, saya suka bawa pita bread ini buat bekal di jalan. Lumayanlah buat ganjel perut kalo laper.
- Salad. Hmm, mungkin lebih cocok nyebutnya lalapan. Isinya cuma lettuce soalnya. Hihihi…
- Tzatziki. Nah ini saus enak banget. Seger! Awalnya saya pikir ini mayonaisse karena warnanya putih. Eh ternyata bukan. Tzatziki ini saus cocol khasnya Greek. Dibuatnya dari plain yoghurt, cucumber, garlic, salt, olive oil yang ditambah irisan daun dill. Cocok sih memang untuk menu daging-dagingan yang kaya saya makan ini.
- Lamb Cutlets. Ini yang menurut saya salah satu ‘bintang’ di menu ini. Daging kambingnya lembut dan ga berbau kambing.
- Beef Steaks. Steaks ini dimasak dengan tingkat kematangan Medium. Lumayan lembut untuk saya yang lebih suka Medium Ra
- re untuk steak. Dan makin enak kalau dicocol sama Tzatziki Sauce. Yummy!
Menu ini kami nikmatin sama teh chamomil (buat saya) dan English Breakfast (buat si boyf). Kalau mau bicara cocok-cocokan sih mestinya di temenin sama wine. Hehehe…cuma, not bad lah. Tehnya kaya apa? Mereka pakai teh merk Dilmah yang menggunakan Tea bag. I dont have any complaint karena saya sendiri yang atur berapa lama waktu steeping time tehnya.
Kali ke dua kami berkunjung ke sini karena memang saya niat mau pesan Moussaka. Kenapa? Karena Moussaka ini kaya saudara kembarnya Lasagna. Masakan negara-negara mediterania memang cenderung punya kemiripan. Yah karena iklim dan musim yang sama, tanaman dan hewan yang ada disana juga kurang lebih sama. Cuma mungkin namanya aja yang beda ditambah sedikit variasi isi. Moussaka ini based-nya eggplants, kadang ditambah mashed potatoes. Waktu saya pesan ini, memang rasa eggplant-nya cukup berasa dibanding dagingnya. Untuk porsi satu orang, Moussaka ini bikin kenyang banget.
Karena si boyf lagi pengen minum kopi, waktu itu dia pesan Greek Cafe yang single. Waktu tanya ke waitress-nya itu kopi apa, waitress-nya cuma menjelaskan kalau itu kopi khas Yunani yang kurang lebih mirip seperti Espresso. Hmm..Black Coffee. Definitely not my friend, so i stick with my Chamomile Tea. Walaupun kata si boyf sih kopinya enak. Bisa dicoba kalau mau.
Overall, makanan yang disediakan disini ga mengecewakan kalau soal rasa. That’s why saya sama si boyf we come back again and again. Waitress-nya juga cukup mengerti dengan isi menunya. Untuk orang awam yang memang tidak familiar sama makanan Greek kaya saya dan si boyf, pasti akan bingung dengan tulisan-tulisan di menu-nya. Jadi memang sudah seharusnya waitress-nya bisa menjelaskan isi menunya itu. Rasa makanannya pun kurang lebih memang mirip makanan itali yang kaya akan Herbs.
Soal harga, karena memang postingan ini ga pernah direncakan, jadi saya ga foto receipt-nya. Cuma kunjungan pertama kami yang pesan Meat Platter ditambah 2 gelas selection teas, totalnya tidak sampai 320ribu. Menu platter-nya bahkan tidak sampai 250ribu. It’s quite worth for both of us. Apalagi dengan menu yang isinya daging semua. It’s really, really worth it.
Unfortunately, kunjungan ke tiga kami, porsinya mulai berkurang. Mulai dari porsi nasi yang makin sedikit, lamb cutlets yang kini cuma satu. Hmmm, memang agak susah persaingan makanan di indonesia. Kebanyakan orang kita masih belum mau mencoba makanan yang agak asing di lidah. Mungkin ini juga sebabnya restoran ini mengurangi porsi makanannya. Sebenarnya agak disayangkan, cuma daripada harus merugi kan. Cukup hebat untuk El Greco bisa bertahan sejak dibuka pada april 2013 di Setiabudi One, karena biasanya masakan khas eropa biasanya akan kalah tenggelam oleh fast food asal amerika.
Basically, saya akan merekomendasikan tempat ini untuk dicoba. Ga ada salahnya merubah menu makanan sedikit untuk mencoba jenis makanan lain. At least keuntungannya adalah, lidah kita akan semakin terbiasa mengenali rasa-rasa baru. How many stars from me? 4 out of 5. Walau tempatnya tidak sebesar Six Ounces Coffee dan ambiencenya pun biasa saja, tapi saya sangat suka dengan taste rasa makanan yang mereka sediakan. Sedangkan si boyf gives 3,5 out of 5 for their taste but a little upset with their inconsistency of portion. Let’s hope this place will be better. Opa!
Regards,
FubuFebi
El Greco
Setiabudi One
Jl.HR.Rasuna Said,
Basement Floor B No.103,
Jakarta, Indonesia.
Phone: 021-521 2272
Open hours: 10AM – 10PM
branding January 11, 2019
thanks for this post